WAKTUNYA TELAH TIBA

"Pit, aku mau ngelamar anak orang" , ucap adikku di telp jumat malam saat mataku sangat lelah dan sudah siap berlayar ke pulau kapuk. Antara percaya atau tidak, karena dia bilang malam minggu harus ngelamar anak orang. Aku gak mau meneruskan percakapan itu karena sia sia saja ditengah ngantuk yang melandaku, apalagi kelelahan setelah long trip 17 hari, membuatku menyarankan Eko, adikku, untuk menelpon atau langsung bertemu dengan ku besok saja.

Aku kaget, ya pasti donk. Karena aku gak pernah mengenal sosok gadis yang menjadi tambatan hati adikku. Apalagi pertemuan yang sangat singkat dia dengan wanita yang membuatnya bisa segera melamar, berarti dia sudah sangat merasa cocok. Namun, tanda tanya besarku tentang bagaimana proses dia kenal hingga akhirnya mau menikah, itu membuatku menjadi tidur tak nyenyak. 

Sabtu pagi, telpon kembali berdering. Oke, aku, papi dan twins akan kerumah Mama untuk membicarakan tentang ini dengan Mak yong , Om Faisal serta Eko dan kedua orang tuaku. Om dan Tanteku itu menjadi mediator untuk kami semua. Karena suasana yang campur aduk ini bisa menjadi gejolak jikalau tidak ada peredamnya. Kenapa begitu? Karena wajar saja aku benar benar tidak tau menahu tentang ini, jadi lamaran yang sangat mendadak ini membuatku tak siap. Ini bukan hanya urusan adikku dan sang calon. Tapi ini urusan kedua keluarga besar kami. Jangan sampai terjadi hal hal yang tidak diinginkan kedua belah pihak. Karena itu , pertemuan siang kami luruskan dan akhirnya ditarik kesimpulan bahwa kami pergi melamar sang gadis pujaan hati adikku sehabis Isya. 

Aku, Mama dan papi dan twins bergegas mempersiapkan buah tangan yang akan dibawa nanti. Beberapa kotak brownies dan bolu, separsel buah serta parfum dan jam tangan pilihan sang gadis siap untuk dibawa. 

Malamnya, hujan mengguyur Pontianak dan Kubu Raya dengan syahdu. Disela sela doa dan permintaan lamaran dari keluarga kami kepada pihak Dian, nama sang gadis, diterima dengan suka cita dan tulus ikhlas. Alhamdulilah. 

Malam semakin merangkak naik, namun gerimis tetap tidak mau nyurut. Mata kami berdua semakin bergelayut berat, namun perjalanan 1 jam harus kami tempuh untuk sampai kerumah. Jam 11 malam kaki kami jejak di rumah. Menjadi agenda terpadat ku minggu ini sekaligus penutup akhir pekan yang penuh cerita ini. Dan setoran bunsay hari ketiga pun terlewati, kalah atas rasa lelah dan kantukku yang teramat sangat. 

Barakallah Adikku, Eka Kurniawan Saputra. Kak Pipit sayang Eko.